Yom Kippur

Ibrani 9:11-15


Peraturan pelaksanaan Hari Raya Pendamaian, Yom Kippur, diberikan setelah kematian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu (Im 16). Keduanya secara sembarangan mempersembahkan sesuatu yang tidak diperintahkan Tuhan. Api Tuhan membakar keduanya karena mereka menyepelekan kekudusan Tuhan (Im 10).

Demikianlah sejak saat itu, hanya Sang Imam Besar yang bisa memasuki Ruang Maha Kudus, 1 kali dalam setahun dan dengan segala prasyaratnya, untuk menyampaikan ukupan pendamaian dosa. Bagi dirinya, keluarganya, dan bangsa Israel.

Persiapan yang rumit diperlukan karena baik Sang Imam Besar maupun korban penghapus dosa yang dibawa tidak sempurna. Pelaksanaannya harus seteliti mungkin karena tidak saja menyangkut seluruh bangsa Israel tapi juga keselamatan sang pembawa korban itu sendiri. "Katakanlah kepada Harun, kakakmu, supaya ia jangan sembarang waktu masuk ke dalam tempat kudus di belakang tabir, ke depan tutup pendamaian yang di atas tabut supaya jangan ia mati", demikian peringatan Tuhan (Im 16:2).

Saya akui bahwa saya tidak akan pernah bisa memaknai Yom Kippur seperti seorang Israel, terlebih seperti mereka yang hidup di jaman Harun. Tapi saya bisa memahami kenapa mereka menganggap hari raya ini penting: sebuah kesempatan bagi mereka untuk berdamai dengan Sang Khalik. Manusia sejak dahulu kala menyadari adanya kesenjangan antara dirinya dan penciptanya. 

Hal-hal di atas sesungguhnya adalah simbol. Simbol pengharapan bahwa di masa depan akan datang Seseorang, yang sekali untuk selamanya menyelesaikan permasalahan dosa, yang sekaligus merupakan Sang Imam dan Sang Korban.  Sang Imam yang sempurna yang tidak memiliki dosa yang perlu dibereskan dulu; Sang Korban yang sempurna, tanpa cacat cela, yang cukup untuk menebus dosa seluruh manusia dari awal penciptaan sampai masa depan yang tidak kelihatan. Sang Yesus Kristus yang kita rayakan. (AGS)


Doa


Allah terima kasih untuk Anak-Mu yang rela berkorban bagi kami. Amin.