Yakobus 1:25 Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.  Ini kesan yang kami dapat dari perjalanan ke beberapa Gereja di kota kecil di Jawa Tengah. KEBAHAGIAN DALAM MENJALANKAN PELAYANAN.

 

Sengaja kami membatasi menulis nama Pedeta dan Gereja yg kami datangi karena kami tdk mau ada kultus individu yang berlebihan atau kesan yg salah dari maksud tulisan kami. Tapi kami ingin dengan tulisan ini kita bersama yang membaca termotivasi buat MELAYANI DENGAN GEMBIRA dan SEPENUH HATI dan mengerjakan tanggungjawab pelayanan yang sudah kita iyakan/janjikan SAMPAI TUNTAS. Terlalu banyak pelayan yang menganggap pelayanan sebagai jabatan untuk aktualisasi diri dan bukan karena luapan kasih pada sesama yang membutuhkan serta bentuk nyata perubahan yang terjadi pada semua anak manusia yang sudah bertemu dengan Peciptanya yang dalam kasus kita bertemu dengan Yesus Kristus TUHAN yang hidup dan mau tinggal di hati kita. Untuk itulah kita disebut Kristen karena ada luapa kasih yang besar pada YESUS seperti yang dialami jemaat mula mula dalam : Kisah Para Rasul 11:26: Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. Semangat mereka bersekutu, mengasihi sesama dan menceritakan perjumpaan dengan YESUS dan bahkan penyertaan nyata TUHAN melalui mukjijat yang mereka lakukan yang membuat mereka disebut Kristen dan bukan hanya sekedar pengakuan kosong belaka.

 

Kami dari Team Kespel Klasis Jaksel mengatur jadwal perjalanan kami setelah Baksos kesehatan dari Nusakambangan ke beberapa Gereja GKI di kota sekitar Cilacap. Kami memang sdg menjalankan program Diakonia Transformatif ke beberapa Gereja Desa/ kota kecil supaya bisa meningkatkan kemampuan ekonomi jemaat serta penduduk di kota itu. Walau mungkin dana kami cuma sedikit tetapi kami  yakin sekali kalau kami punya  kasih yang besar dan keinginan yang kuat mensejahterakan sesama kami maka dana kami pasti bisa jadi pilot project yang mentriger peran serta masyarakat secara lebih luas untuk mensejahterakan Masyarakat di kota kecil atau desa itu. Kesejahteraan masyarakat di sana pasti akan membantu pemerintah mengurangi urbanisasi.

 

Programnya KESPEL kita sangat  ideal dan mungkin sedikit bombastis serta mungkin banyak yang menganggap tidak masuk akal. 'MANA MUNGKIN DENGAN DANA SEGITU BISA BUAT SESUATU YANG BESAR' mungkin itu pertanyaan yang biasa dari banyak orang melihat rencana kami. Tapi kami bersyukur Tuhan sudah kuatkan kami melalui pelayanan kami di Nusakambangan. TUHAN tunjukan DIA hidup dan berkuasa melalui apa yang kami lihat di NUSAKAMBANGAN, tidak ada alasan buat kami untuk jadi ragu.  Jadi saat itu kami mulai perjalanan kami dgn sukacita dan pengalaman kami melayani di Nusakambangan membuat kami sadar untuk memulai pelayanan kami dengan MENDENGAR dan bukan mendoktrin/sok tahu dan angkuh. Kami benar ingin tahu apa yang bisa kami bantu disana dan dengan latar belakang serta pengalaman kami yg beragam kami juga ingin bisa memperkuat ide yang sudah ada di jemaat sana.

 

Dari 13 orang yang ikut dgn kami dari team klasis Jaksel ke Nusakambangan maka hanya 7 orang yang tersisa untuk berjalan bersama melakukan Diakonia Transformatif dgn Jemaat dan Masyarakat di kota kota kecil yang kami rencanakan. Dengan doa kami mulai perjalanan kami ke satu kota kecil di pegunungan dan Bu Narti sudah berkomunikasi dengan Penatua Bidang Kespel dari Gereja GKI di kota tersebut. Sekitar jam 7 malam kami tiba di GKI kota kecil yang sejuk dan nyaman serta dan langsung kami disambut ibu Penatua dengan wajah sukacita walau harus menunggu kami cukup lama dan sendirian. Seperti kebiasan kami sempatkan berfoto di gereja beliau dan dengan beliau ini fotonya :

Setelah bertemu beliau langsung antar kami ke Hotel yang sudah dibantu beliau pesankan dan kita juga makan malam bersama di hotel itu dgn menu yang enak dan harganya mungkin setara dengan makan sendiri di Hotel Jakarta. Kami bertujuh makan dengan lahap sekali malam itu maklum kami baru saja melalui perjalanan yang cukup jauh dari LP  Nusakambangan. Jadi bisa dibayangkankan kalapnya makan malam kami itu, Untung harga makananya ramah dengan kantong dan lidah,  memang biaya hidup di kota kecil jauh lebih rendah. Pembicaraan malam itu antar kita sesama Pelayan atau Penatua sudah langsung membuat kami terkesan.Mereka menganggap kami sama sama Penatua (pelayan TUHAN di GKI) dan beliau  langsung ajak kami bersama  melayani di ibadah minggu besok. Suatu kehormatan besar diminta melayani tanpa perlu birokrasi yang rumit dan melibatkan klasis sinode dll.  Malam itu kami merasakan dengan sungguh arti Gereja yang Am di lingkup GKI dimana sekat GKI Jabar dab Jateng sdh seolah tidak ada. Kami juga merasakan bahwa sebagai Penatua itu tugas melayani kami berlaku buat seluruh GKI dan bukan jemaat dimana kami dipilih saja. Satu tawaran yang tidak biasa buat kami dari gereja kota yang sangat birokratis dan terkadang penuh kecurigaan. Pertukaran mimbar yang sudah dijadwal saja terkadang Penatua yg ditugaskan dari jemaat lain hanya mendapat tugas yang bukan utama sebagai pengumpul persembahan atau penerima tamu saja, tapi di GKI ini dan tanpa birokrasi sama sekali mereka meminta kami menjadi pelayan Pengakuan Iman dan Persembahan serta pembaca Alkitab.

 

Tawaran yang indah buat kami semua sebetulnya terkendala kami  tidak siap dengan datangnya tawaran itu,  maka dari kami bertuju kami pilih yang punya baju layak untuk melayani dan sesuai aturan yang berlaku. Karena tidak ada satupun yang siap maka pertukaran baju pun dilalukan sehingga ada satu teman yang benar punya pakaian layak untuk melayanai di mimbar. Kami sungguh tidak mau jadi batu sandungan ketika mengiyakan tawaran untui ikut melayani.  Malam itu kami akhiri makan malam dan perbincangan kami seputar persiapan ibadah besok dengan Ibu May Fang rekan Penatua yang menerima kami.

 

Singkat cerita setelah makan  malam itu kami sempatkan melihat pasar malam di alun alun kota kecil tersebut sebelum  kami kembali ke Hotel dan  istirahat malam.  Pemandangan Makan Malam dalam kondisi lapar berat, Pasar malam bisa teman lihat dibawah ini dan kami juga tidak mau ketinggalan hunting batu akik kas daerah itu  :

Minggu pagi kami bangun dan tidak mau terlambat, dan 30 menit sebelum jadwal ibadah kami sudah tiba di gereja tersebut. Kami masuk ke ruang konsistori dan kembali kami terkejut karena Pendeta dan Penatuanya sudah lengkap. Biasa kami di Jakarta Pelayan dan Penatua yang bertugas baru lengkap 5 menit sebelum ibadah dan tdk jarang banyak yang terlambat. Tetapi tidak di kota itu hebat karena 30 menit sebelumnya semua sudah siap melayani. Kami berkenalan dan Penatua yang bertugas menjadi Pendamping memberi pengarahan kepada teman kami yang bertugas serta kami semua ikutan menjadi juru rias yang berusaha membuat teman kami menjadi lebih indah/ganteng dari aslinya. Sepuluh menit sebelum waktu kebaktian kami berdoa bersama sambil berlutut ( suatu cara baru lagi buat kami walau sesama GKI), dalam doa kami merasakan kesungguhan Penatua yang memimpin untuk sungguh menyerahkan pelayanan yang akan kami lakukan untuk kemuliaan TUHAN. DOA konsistori tidak berkesan formalitas dan semua berlutut sebagai lambang berserah pada TUHAN dengan kerendahan hati penuh.  Berikut foto persiapan kami :

Selesai berdoa atau sekitar lima menit sebelum ibadah kami yang tidak bertugas masuk ruang ibadah. Kami juga melihat jemaat sudah penuh dan mereka sudah selesai berlatih lagu yang akan dinyanyikan di ibadah tersebut. Saat itu kebanyakan mereka mengambil sikap berdoa dan hampir tidak ada suara di ruang ibadah. Hening dan terasa hikmat sekali suasana persiapan ibadah di Gereja itu didukung suhu kota itu yang memang dingin. Ibadah juga mengalir dengan sangat nyaman buat kami yang mengikuti dimana lagu dinyanyikan dengan penghayatan penuh dab kotbah juga dibawakan dengan sederhana dan banyak ilustrasi sederhana yang mudah dimengerti. Walau pendeta yang melayani berasal dari GKI kota kecil sebelah dan bukan dari kota itu tetapi terlihat keakraban Pendeta itu dgn jemaat dan Penatua di gereja itu. Beliau tidak canggung menyebut nama beberapa jemaat dan Penatua di kotbahnya. Kotbah menjadi sangat pribadi dan lebih membumi, seolah tanpa.batas antara pendeta dan jemaat. Kami merasakan Tuhan hadir dalam kesederhanaan menyapa umatnya di pagi hati itu. Suatu pengalaman yang mengesankan buat kami. Berikut foto teman kami ketika bertugas melayani karena tanpa bukti hanya ilusi belaka.....but its real and happen cikal bakal GKI yang satu.

Selesai ibadah kami makan Bakso yang cukup terkenal di kota itu bersama Pak Pendeta dan Penatua yang bertugas. Kembali kami disuguhi keramahan, kehangatan dan kesukacitaan teman teman yang melayani di kota tersebut. Kami yang baru sampai semalam suda merasa setahun bersama. Kami diskusi beberapa pelayanan yang mereka lakukan di kota itu, tantangannya dan juga kesulitan mereka. Karena kesulitannya sama dgn Gereja lain di sekitarnya maka supaya tdk berulang kami akan list di akhir tulisan ini. Setelah makan dan diskusi panjang lebar di rumah makan, acara diskusi kami lanjutkan di Gereja karena team Penatua yang bertugas menghitung kolekte dan merapikan Gereja ingin ikutan diskusi dengan kami. Diskusi di gereja itu juga membuat kami tersegarkan iman dan motivasi kami nelayani. Kami sadar banyak jemaat dan peduduk yang buat makan saja susah dan dengan kemarau saat ini di desa desa di gunung saja harga sayur sudah mahal karena susah didapat kecuali daun singkong. Kami juga diskusi jatuhnya harga komoditi di masa panen raya dan mahal di masa paceklik. Kami juga diskusikan susahnya jemaat di desa datang ke kota buat sekedar ibadah. Sepeda, Sepeda Motor.dan bahkan jalan kaki adalah cara kebanyakan jemaat datang ke gereja.

 

Setelah puas dgn diskusi kami mendapat berkat, anugrah dan bukti penyertaan TUHAN  lagi karena Pendeta yang melayani berkenan mendampingi kami berkunjung ke suatu Seminari dan Pemberdayaan ekonomi milik satu Yayasa Katolik serta dilanjutkan dengan diskusi dengan Penatua Kespel di gereja beliau di malam.harinya. Suatu keramahan yang mungkin jarang kita lihat di gereja besar dimana terkadang bahkan buat menemani makan siang pendeta yang bertugas semua Penatua dan Pendeta saling lempar tanggung jawab. Di sini kami merasakan perbedaan keramahan itu dan kesukacitaaan melayani dimana salah satunya sukacita ketika bertemu teman sepelayanan. Waktu dan kebersamaan dengan keluarga bukan alasan buat Pak Pendeta menemani kami terimakasih Pak Yusak dan kami belajar melayani dengan hati dan penuh sukacita dari cara Bapak menjalani hidup.

 

Kunjungan kami ke rowo seneng dimana ada taman doa, pusat ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, Gereja dan semua dalam satu harmoni yang indah. Bersatu dan tanpa sekat dan batasan membuat kita merasa Pancasila itu memang jati diri bangsa kita. Lokasi Rowo Seneng cukup masuk ke desa dan jauh dari kota tapi sesampainya disana cukup banyak orang dari kota besar datang dengan berbagai alasan ada yang mau berdoa, wisata, studi banding dll dan bahkan tidak sedikit yang menginap disana. Penginapan disana memang ada tapi ketika kami datang sudah full booked walau bukan untuk week end, luar biasa. Kehausan manusia kota akan suasana desa yang nyaman memamg sdh sangat luar biasa apalagi disana ada taman doa dan gereja yang bisa membuat mereka berlibur dgn keluarga sambil mendekatkan diri Pada Tuhan. Konsep tempat liburan yang ideal sekali dan mungkin GKI bisa mulai memikirkan untuk memiliki yang sejenis. Perjalanan kami ke Rowo Seneng ini menjadi modal kami belajar model pemberdayaan dengan keteladanan dan kemauan bersatu. Jadi bukan hanya sekedar memberi kail tetapi sudah hidup bersama serta bekerja bersama masyarakat sekitar. Desanya juga cukup sejahtera dan terlihat kasat mata ketika kami berjalan melewati pedesaan disana. Kita impress tapi sayang kami tidak sempat bertemu dengan Pastor yang jadi kepala jadi proses belajar kami jadi agak nanggung tetapi kami cukup puas melihat kerukunan dan kesejahteraan di desa tetsebut. Berikut Foto Rowo Seneng dan  fasilitasnya mulai dari gereja, Museum, Taman Doa, Biara, Piliklinik dan lingkungan yang mengesankan suasana sorga:

Pendeta Yusak baik sekali mengantar kami dengan sukacita dan itu menular ke perasaan kami juga. Beliau juga membuatkan janji bertemu dengan pendeta dan penatua GKI samping kotanya untuk buat besok pagi dan siangnya (dua gereja untuk besok dan ini membuat jadwal kami menjadi lebih nyaman dan mudah dijalani).  Sore itu setelah dari Rowo Seneng kami dipertemukan dengan Penatua Kespel di Gereja Pak Yusak. Kami berdiskusi cukup lama dalam suasana yang nyaman sekali. Kami kembali merasakan kehangatan persekutuan antar sesama pelayan dan Penatua di GKI. Suasana yang kadang hilang dalam kehidupan gereja di kota besar tempat kami tinggal. Hubungan Pendeta dan Penatua serta antar sesama Penatua begitu tanpa batas dan mereka selalu antusias jika diajak diskusi tentang pelayanan. Minimal ini kesan yg kami dapat dari permintaan waktu bertemu yang sebetulnya sangat mendadak dan layak ditolak dan di hari minggu sore sampai malam pula, tetapi mereka menerima dengan sukacita, menemani dan kesan bersahabat kami tangkap dgn jelas. Memang masalah rasa cuma hati yang bisa mengerti. Semoga kami punya kesempatan bekerjasama dengan Pak Yusak dan Team Penatua Gereja mereka melakukan program diakonia transformatif yang memberdayakan masyarakat dan jemaat. 

Kami menginap di Susteran Bunda Hati Kudus di kota tersebut. Memang susteran menyewakan kamarnya buat para para pelayan yang kebetulan memerlukannya. Hubungan antara Pak Yusak sebagai Pendeta GKI dengan suster di Biara itu juga cukup baik dan terlihat mereka cukup sering melakukan pelayanan bersama. Asrama tempat kami menginap sangat bersih dan terawat plus udara dingin di kota itu+ makan pagi yang enak dan dibuat dengan kasih disajikan dgn cara prasmanan ala hotel berbintang membuat kami merasa nyaman sekali. Istirahat malam yg nyaman, mandi malam dan pagi dgn air pegunungan yg segar, diakhiri makan pagi yang enak ditemani kopi panas wow apalagi kenyamanan yang harus kita minta dari Tuhan. Kita merasa perjalanan kami seolah perjalanan bangsa Israel di padang gurun yang penyertaan Tuhannya begitu nyata dgn tiang awan di siang hari dan tiang api di malam hari.... Besok paginya jam 8 kami harus sudah sampai di kota tetangga untuk berjumpa dengan pendeta dan penatua GKI di kota tersebut sebelum mereka melakukan aktifitas pekerjaan mereka yang berhubungan dgn petani. Malam itu kami semua tidur nyenyak sekali dan hilang semua lelah kami.

 

Pak Pendeta Yusak kembali menjemput dan menjadi tour guide kami yang baik TIDAK terlihat kesan terpaksa apalagi stress. Pak Pendeta menjemput kami di susteran dengan muka bersukacita sambil menggoda kami apakah kami siap jalan..... Pak Pendeta melihat semangat anda dan serta senyum sukacita anda saja sudah membuat kami malu dan semangat lagi karena ini kan program kami dan seharusnyalah kami yg lebih semangat. Pagi itu kami kembali disuguhkan aroma keakraban, keramahan, semangat melayani, sharing yang sangat menguatkan dll pokoknya lengkap. Kami diceritakan bagaimana mereka bantu menyiapkan air bersih buat desa di sekitar kota mereka yg kekurangan air parah di musim kemarau panjang tahun ini. Mereka bukan jemaat yang kaya dan kolekte mereka juga cuma sejutaan dab jemaat mereka cuma 200 an tetapi memang buat melakukan tugas kesaksian dan pelayanan itu tdk harus menunggu kita kaya dulu. Di jaman awal kekristenan Yesus memilih nelayan sebagai muridnya dan bukan pengusaha dan penjabat. Jadi apakah kita sekarang harus menunggu kaya dulu untuk melayani ? Kembali gereja kecil di kota kecil ini menyegarkan iman kami semua dari team Kespel GKI Klasis Jaksel. Thanks God. Puas diskusi kami kembali dijamu makan kupat tahu yang moi banget rasanya dan seolah hidup kami lengkap sekali hari itu. 


Selesai makan kami pamit untuk menemui satu lagi gereja GKI di kota kecil dengan jemaat kebanyakan pekerja di kebun, pedagang dan karyawan kecil dan ada di kota yg relatif lebih panas. Pak Yusak sdh mengatur pertemuan kami tapi karena kota ini ada di jalur pulang ke Jakarta maka beliau tdk ikutan sama kita. Btw kami sempatkan mampir dulu ke rumah Pak Yusak buat pamit dengan keluarganya yang kami yakin luar biasa juga mendukung pelayanan beliau. Tebakan yang tdk salah dan kami bertemu dengan keluarga yang luar biasa. Setelah pamitan kami segera meluncur gereja GKI terakhir.

 

Singkat cerita cuma butuh satu jam perjalanan kami tiba di GKI terakhir yg akan kami kunjungi dan walau tanah gereja relatif kecil tapi kami temui gereja yang nyaman dan cukup bagus gedungnya. Walau tidak sebesar tiga gereja sebelumnya tapi Gereja GKI ini sangat layak dan nyaman. Kami juga ditemui sama Pendeta dan satu penatua yg kebetulan ketua majelis di jemaat itu. Kesan pertama melihat pendeta dan penatua tersebut kesan sederhana segera terasa. Kami awali pertemuan dengan doa bersama seperti biasa kami lakukan di gereja gereja sebelumnya. Gereja yg sederhana dan nyaman dan diisi oleh jemaat dan majelis yang sederhana ini benar benar sangat mengesankn kami. Walau sederhana tapi mereka tunjukan kesungguhan mereka melayani Tuhan dan berbagi hidup. Sesama jemaat mereka saling mendukung dan Pendeta juga bersedia mengorbankan Viaticum yang didapat untuk menghidupi gerejanya. Pendeta juga memanfaatkan keahlian nya di bidang perkacamataan untuk melayani sambil mencari tambahan rejeki buat gereja, keluarga pendeta dan jemaat yang membutuhkan. Pendeta di gereja ini begitu komit melayani Tuhan dan jemaat didukung keluarganya yang luar biasa. Tidak jarang pendeta harus hidup dengan biaya yang sangat minim. Tapi kamj juga melihat anak dan istri yang sangat mendukung pelayanan di gereja itu. Di sini kami melihat sosok pelayan atau Pendeta yang ideal dan hidup tanpa kuatir karena begitu yakin dgn pemeliharaan Tuhan..... kayaknya untuk pengalaman perjumpaan ini bisa ditulis terpisah dan banyak sekali yang bisa kita pelajari dari cara hidup jemaat dan pendeta di tempat itu.....kayaknya teman saya jalan dari team Kespel GKI klasis JS pasti akan menulis biografi.....btw better we wait special edditionnya.

 

Perjalanan ke empat jemaat ini mungkin bisa memberi ide buat semua jemaat klasis JS buat melakukan kegiatan Kespelnya di jemaat yang kami kunjunggi yaitu  sbb :

1.      Banyak Sekolah negri di daerah itu perlu guru agama kristen dan kita bisa partisipasi membiayai gurunya.

2.      Banyak anak sekolah desa terancam putus sekolah dan program orang tua asuh bisa dijalankan dengan pola langsung membantu anaknya atau memberdayakan ekonomi.keluarga si anak yang rata rata pedagang kecil atau petani.

3.      Hampir semua Gereja yang kami datangi punya sekolah Kristen yang mereka biayai ditengah kekurangan dan kesulian mereka dan orang tua murid Bantuan bisa berupa biaya operasioanal sekolah, atau menyumbang guru yang bagus atau yang lainnya.

4.      Gereja banyak terlibat dalam penanganan bencana di daerah mereka yang memang rawan tanah longsor dan gunung meletus. Kita bisa buat pelatihan bersama dan kerjasama ketika bencana benar datang.

5.      Gereja juga terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat dan kita bisa ikutan memperkuat lewat ide dan dana

6.      Dll

 

Banyak sekali kesempatan kita melayani bersama mereka dan merasakan CINTA YANG BESAR di hati mereka pada sesamanya. Yach MELAYANI DENGAN GEMBIRA adalah sesuatu yang kadang hilang dalam kehidupan pelayanan kita. Semoga pengalaman perjalanan kami bisa kembali mengingatkan kita akan kasih mula mula itu...KASIH YESUS PADA KITA.... apakah kita saat ini merasa cukup mengasihi dengan memberikan uang saja ? ide saja ? wakti saja ?.... kita dituntut memberikan diri kita..... Roma 12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.... sudah siapkah saya/kami/kita melakukan itu ?.... TUHAN mau totalitas kita dan itu sangat tidak mudah TETAPI empat gereja GKI di kota kecil itu sudah menunjukan mereka bisa......mereka juga buktikan kalau mereka mau berproses menjadi GEREJA YANG AM dan satu......sesuatu yang di kota besar seolah sudah menjadi sekedar pengakuan iman saja. SELAMAT MELAYANI DENGAN GEMBIRA SELAMAT MEWUJUDKAN GEREJA YANG AM DAN SATU DIMULAI DARI KITA (GKI Sinode Am Sinwil Jabar dan Klasis JS)..... mari kita lepas sekat dan kotak serta baju gereja kita yang tanpa kita sadari sudah membatasi pelayanan kita.... KITA SEMUA PELAYAN TUHAN YESUS dan bukan pelayan gereja kita semata apalagi pelayan ego kita.

 

TUHAN MEMBERKATI pelayanan kita bersama.

Mari bersama kita imanai GEREJA yang AM dan satu/Esa sesuai pengakuan iman rasuli bukan suatu yang mustahil dan sekedar pengakuan iman saja. Mari kita memulai dari diri kita sendiri, gereja kita, klasis kita dan sinode kita.