HIKMAT DI DALAM
KETEKUNAN
Penulis Surat Yakobus membuka surat ini dengan kalimat
kontroversial. “Anggaplah kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai
pencobaan,” tulisnya. Alih-alih menafikan pencobaan, penulis Surat Yakobus
melihat pencobaan adalah metode, sarana, atau laksana ujian iman untuk menjadi
matang. Yang lulus melewatinya akan memperoleh ketekunan.
Kesulitan memahami ajaran ini adalah pada pola pikir penulis
surat. Bukankah dalam Doa Bapa Kami tertulis: “Janganlah membawa kami ke dalam
pencobaan?” Bukankah normal jika manusia menolak dan menghindari pencobaan?
Umumnya, seseorang menjadi hancur karena pencobaan. Banyak teman dan saudara
yang pergi meninggalkan apabila melihat kita jatuh ke dalam pencobaan.
Pencobaan dalam nas ini adalah pengalaman buruk, semisal: bujuk rayu,
berselingkuh, bermain kotor, memanipulasi, tipu daya, berbuat curang.
Pengalaman buruk tersebut membawa kenikmatan dan membuat seseorang terlena
sehingga biasanya yang mengalaminya tak menyadari pengalaman buruk itu. Ketika
sadar, ia sudah berada di dalam “jurang” kehancuran. Telat! Keluarga
tercerai-berai, orang sudah tidak percaya lagi, dikejar-kejar hukuman.
Karena pengalaman buruk yang mencandukan itu, firman Tuhan
menasihati: Mintalah hikmat kepada Tuhan. Hikmat atau akal budi menetapkan
jalan kita sehingga tidak mendua hati. Pilihan kita mencabang antara kenikmatan
semu dan usaha bersakit-sakit dalam memperjuangkan kemurnian. (Wasiat)
DoaIngatkan dan buatlah saya selalu sadar diri karena berjalan di titian penuh cobaan. Amin.