Untuk format audio klik disini
MEMPERDAGANGKAN KESALEHAN
Pada
Agustus 2020, di situs DI’s Way, Dahlan Iskan menulis artikel tentang seorang
pendeta yang meninggal dunia hanya selisih dua minggu dari meninggalnya pendeta
saingannya. Menurut Dahlan, kedua pendeta besar itu terus bertengkar tidak
berkesudahan hingga berperkara di pengadilan. “Saling pecat. Saling gugat ke
pengadilan. Saling lapor polisi. Bertahun Tahun,” tulis Dahlan. Selanjutnya, ia
juga menulis tentang perselisihan antara pendeta itu dan anaknya sendiri yang
juga seorang pendeta. Mereka saling memperebutkan keseluruhan aset gereja yang
nilainya sudah mencapai triliun rupiah.
Perselisihan
di lingkungan internal maupun eksternal agama memang kerap terjadi. Biasanya
tidak jauh-jauh dari masalah uang atau aset. Pada zaman Paulus, di kota Efesus
terdapat sebuah kuil Artemis yang sangat terkenal. Keberadaan kuil dengan
berbagai ritualnya sangat menggerakkan ekonomi masyarakat dan mendatangkan
keuntungan sangat besar bagi kalangan tertentu, seperti Demetrius dan para
tukang perak lainnya. Oleh karena itulah, tidak heran kalau mereka sangat marah
terhadap Paulus dan berusaha menyingkirkannya karena Paulus dengan ajarannya
dianggap telah merugikan mereka.
Di mana pun, kehidupan keagamaan memang sering kali “dijual” secara ekonomis, terutama oleh para pemimpinnya. Kesalehan diperdagangkan. Ada yang melakukannya secara halus, tetapi ada juga yang melakukannya secara vulgar. Bagaimana dengan agama atau gereja kita saat ini?
DOA : Hikmat Tuhan kiranya menuntun kami untuk dengan sungguh hidup dalam kesalehan kepada-Mu, dan bukan sekedar untuk topeng, Amin.