Untuk format audio klik di sini


Ingat Tuhan

Pengkhotbah 12:1-14


Agaknya jika bukan karena tulisan Kitab Suci perkataan Sang Pengkhotbah akan kalah melawan ucapan-ucapan ultra optimis yang sering mejeng di halaman Instragam atau Twitter. Masa muda dipuja atas energi, dinamisme dan kebebasannya. Dia dibingkai sebagai kesempatan untuk bebas mencoba segala sesuatu. Penyesalan bukanlah menanggung akibat dari percobaan itu, tapi dari melewatkan melakukannya. Berbuat salah dan gagal adalah normal; menahan diri berujung penyesalan. Setidaknya begitulah masa muda itu dijual. Tapi faktanya masa muda adalah sesuatu yang rapuh. Seperti porselen, jika pecah, dia mungkin dapat ditempel kembali, tapi garis-garis lukanya terlihat.  Mereka yang arif akan bisa melihat ke belakang dan belajar darinya. Mereka pun mafhum, kalau masa muda tiap zaman berbeda. Sementara yang lain entah membenci atau menghabiskan sisa hidup mereka menyesalinya.

Menyadari hal ini, Sang Pengkhotbah tampaknya telah berpikir panjang. Hidup dia telaah dari lahir hingga akhir. Perenungannya membawanya pada 1 kesimpulan: masa muda itu bernilai kalau diisi dengan memori berjalan bersama dengan Tuhan. Masa muda yang demikian akan berakhir dengan masa tua yang tenang. Yang bisa mengenang dengan bahagia bahkan tersenyum gembira: “Tuhan menjagaku ketika aku belum bijak!” Ironisnya, banyak belia di gereja malah berjarak dengan Tuhan. Mengingat Tuhan melelahkan dan mengekang. Bagi saya, mengingat adalah sebuah interupsi. Bahwa di tengah proses berpikir saya, sesuatu muncul dan mencegah saya melanjutkan. Dan di ayat ini, interupsi itu adalah Tuhan. “Mengingat” memberikan saya jeda untuk menimbang. Seperti ketika tiba-tiba teringat harus mampir beli sesuatu dalam perjalanan pulang.

Kita bisa berargumen bahwa salahnya ada di kaum muda. Adiksi gadget, sikap “emangnya gua pikirin”, atau semacamnya. Tapi saya tidak mau kesitu. Tidak adil buat mereka, karena mereka tidak ikut menulis renungan ini. Sebaliknya saya mengajak kita berpikir, kita yang duluan menjadi tua, cara kreatif membangun “ingat Tuhan” di kehidupan mereka. Seharusnya pengalaman dan pengamalan spiritualitas itu membahagiakan. Bukankah kita cenderung kembali ke ingatan-ingatan yang menyenangkan? Jangan sampai, alasan mereka tidak mau ingat karena Tuhan diperkenalkan oleh orang-orang tua yang tidak mengingat Sang Pencipta pada masa mudanya, yang terlambat menyesal dan dengan muram memaksa mereka untuk “ingat Tuhan”. (AGS)



Doa: Tuhan, kiranya Engkau memampukan kami mengambil peran aktif untuk memperkenalkan-Mu pada orang-orang muda yang Tuhan ijinkan kami temui.