Sengaja kami mempisting artikel yang dibuat Pdt Yohanes Bambang  Mulyono dengan tujuan mempersiapkan semua pembaca terutama jemaat GKI Kranggan untuk bisa bersedia menjadi Penatua

MAKNA PENATUA GKI SEBAGAI PEJABAT GEREJAWI


Penatua Sebagai Panggilan Spiritual
Seseorang yang terpanggil dan diproses untuk menjadi seorang Penatua pada hakikatnya dia
sedang mengemban suatu “panggilan spiritual” (rohani). Sebab dalam mengemban tugas
sebagai seorang Penatua, seseorang dipercaya untuk secara formal melaksanakan tugas
panggilan sebagai hamba Tuhan yang melayani jemaat. Pelayanan seorang Penatua tidak
bersifat individual, tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan para Penatua yang lain dan
Pendeta. Karena itu syarat utama untuk melaksanakan jabatan Penatua adalah mengutamakan
kualitas rohani yang baik dan dapat diteladani, serta mampu bekerja sama dengan para
Penatua dan Pendeta. Persekutuan yang menjadi wadah kepemimpinan para Penatua dan
Pendeta tersebut dalam pengajaran gereja Calvinis disebut dengan “Presbyterium” atau yang
disebut dengan “Majelis Jemaat”. Dengan demikian, pengertian Majelis Jemaat menunjuk
kepada suatu kelembagaan formal dari para pejabat gerejawi yang terdiri dari Pendeta dan
Penatua. Mereka bersama-sama berkomitmen dalam iman untuk melaksanakan panggilan
rohaniah, yaitu menjadi para hamba Tuhan Yesus Kristus yang saling melayani dengan penuh
kasih.

Syarat-Syarat Untuk Menjadi Penatua
Sebenarnya setiap anggota jemaat memiliki hak untuk menjadi seorang Penatua, asalkan
anggota jemaat tersebut dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai pejabat gerejawi
dengan setia dan bertanggungjawab. Untuk itu tentunya dibutuhkan kriteria spiritualitas sesuai
firman Tuhan agar seseorang yang berjabatan Penatua dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik dan sesuai kehendak Tuhan. Kriteria yang ditetapkan berdasarkan I Tim. 1:3:1-7 adalah:

  1. Moralitas yang tinggi: seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri,
  2. Temperamen atau karakter: bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, bukan peminum, peramah dan bukan pemarah.
  3. Kompetensi: cakap mengajar orang
  4. Integritas: seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya; mempunyai nama baik di luar jemaat.


Tentunya kriteria yang rinci dari I Tim. 3:1-7 tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan. Misalnya makna “suka memberi tumpangan” lebih menunjuk kepada sikap 1 / 3 kemurahan hati dan kepedulian seorang Penatua kepada persoalan yang dihadapi oleh anggota jemaat. Juga kompetensi seorang Penatua tidaklah cukup hanya mengajar, tetapi juga apakah dia dapat menjadi penasihat yang bijaksana dan memiliki semangat untuk memberitakan firman Tuhan di berbagai bidang dan pekerjaan sehari-hari. Karena makna seseorang yang dipanggil untuk menjadi seorang Penatua bukan hanya saat dia bertugas di
gereja; tetapi juga apakah dalam kehidupan sehari-hari dia mencerminkan sebagai seorang hamba/pelayan Tuhan di tengah-tengah keluarga dan pekerjaannya. Nasihat Firman Tuhan yang perlu diperhatikan adalah: “Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau” (I Tim. 4:15-16).

Tugas Dan Pelayanan Seorang Penatua
Sebagaimana dipahami bahwa Gereja Kristen Indonesia (GKI) menganut sistem “presbiterial-sinodal”. Dalam sistem ini bentuk penataan gereja dikelola oleh para “presbiterium”, yaitu Majelis Jemaat, yaitu para Pendeta dan para Penatua yang berkedudukan setara. Dengan demikian tugas dan pelayanan seorang Penatua pada prinsipnya saling melengkapi dan saling mendukung sehingga dapat terwujud suatu pola pelayanan Majelis Jemaat yang efektif untuk melayani pekerjaan Tuhan. Faktor-faktor utama untuk mengembantugas dan pelayanan seorang Penatua adalah:

  1. Kesediaan untuk menyisihkan waktu secara khusus seluruh pelayanan gerejawi.
  2. Pola berpikir yang konseptual spiritual dan visioner.
  3. Keikhlasan untuk membagi ide/gagasan, dan juga kemampuan untuk menerima perbedaan (tidak memaksakan kehendak).
  4. Bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan seluruh pelayanan Kebaktian dan program-program pelayanan gerejawi.
  5. Mengawasi pengajaran dan perkembangan pemikiran teologis dalam kehidupan jemaat agar tetap sesuai dengan firman Tuhan dan pengajaran gereja.
  6. Kesediaan untuk terus belajar dibina dan diperlengkapi menurut pengajaran firman Tuhan dan Tata Gereja GKI.

Umumnya waktu yang paling banyak dipersembahkan oleh seorang Penatua adalah menghadiri rapat atau persidangan gerejawi dan juga menjadi pendamping di berbagai bidang pelayanan yang dipercayakan Majelis Jemaat kepadanya. Karena seorang Penatua adalah pemimpin yang melayani, maka dia perlu bersama-sama dengan seluruh anggota Majelis Jemaat terus-menerus memikirkan secara seksama berbagai hal yang akan dilaksanakan dalam pelayanan gerejawi. Sehingga tidak terhindarkan seorang Penatua dipanggil untuk ikhlas mempersembahkan waktunya dalam berbagai acara persidangan gerejawi dan juga
sebagai pendamping di suatu bidang yang menjadi tanggungjawabnya.

Masa Pelayanan Penatua
Masa Pelayanan seorang Penatua adalah 3 tahun. Dengan demikian masa pelayanan seorang Penatua di suatu jemaat tidak bersifat permanen seumur hidup, tetapi bersifat periodik. Menurut Tata Gereja GKI seorang Penatua yang telah menjabat satu periode (3 tahun) dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya (3 tahun), setelah itu dia harus berhenti dahulu selama 1 tahun. Namun ketentuan tersebut tidaklah bersifat otomatis. Artinya setiap Penatua yang telah melayani selama satu periode tidak selalu harus dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.

Dalam hal ini Majelis Jemaat sebagai lembaga perlu memperhatikan aspek regenerasi dan kesempatan para anggota jemaat yang lain untuk mengemban tugas seorang Penatua. Kita perlu memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota jemaat dengan kriteria yang telah disebutkan di atas untuk mengemban tugas pelayanan seorang Penatua. Di samping itu Majelis Jemaat perlu memperhatikan aspek kualitas spiritualitas (rohani) dari setiap pejabat gerejawi sehingga dapat terbentuk suatu sinergi pelayanan yang makin solid dalam mempermuliakan nama Tuhan.

Idealnya seorang anggota jemaat yang diproses menjadi seorang Penatua adalah seorang anggota jemaat yang sejak awal aktif di berbagai bidang pelayanan gerejawi dan yang dengan  setia mengikuti berbagai pembinaan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan Majelis Sinode. Sehingga pada saat seseorang diproses menjadi seorang Penatua, dia telah memahami dengan baik kehidupan dan pergumulan anggota jemaat, pengajaran dan teologi GKI, motivasi pelayanan yang tulus dan kedewasaan sikap. Karena itu semakin tinggi kualitas spiritualitas dan kompetensi para Penatua dan Pendeta, maka makin efektif pula pelayanan gereja Tuhan untuk mengarungi kehidupan dan persoalan di
tengah-tengah dunia ini. Dalam pengertian ini tepatlah firman Tuhan yang berkata: “Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah” (I Tim. 3:1).


Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
http://www.yohanesbm.com