Banyak diantara kita yang langsung cepat mengutuk kelakuan DUL (dan keluarga terutama Bapaknya ) untuk kejadian kecelakaan yang merenggut 7 nyawa di jalan TOL Jagorawi. Semua kita terhenyak dan larut dalam orchestra penghakiman masal terhadal kesalahan si anak 13 tahun yang sudah mengemudikan mobil dan orang tua yang memberi  fasilitas.

 

DUL salah saya rasa sudah tidak ada diskusi dan ini semua setuju. Orang tua salah , saya rasa semua juga setuju. Tetapi larut dalam orchestra penghakiman kepada mereka saya rasa kurang mendatangkan manfaat buat kehidupan iman kita.

 

Saya bermimpi seandainya kejadian ini bisa menjadi cermin buat masyarakat kita yang sedang sakit dan dimulai dari warga Gereja, pasti akan mendatangkan kebangunan rohani masal dan manfaat buat Negara. Kita harus bercermin karena FENOMENA anak dibawah umur mengendarai kendaraan bermotor adalah hal biasa di negri ini dan kemungkinan salah satunya adalah anak kita. Alasannya boleh macam-macam tetapi ujungnya anak kita yang dibawah umur, tanpa kita sadari sudah kita didik untuk biasa hidup dengan melanggar aturan tanpa ada rasa bersalah dan mungkin  kita sendiri juga tidak merasa itu salah.

Semua yang biasa dan dilakukan banyak orang kita anggap sebagai kebenaran dan seolah-olah kesalahannya adalah aturan itu sendiri. Sementara di Negara maju proses anak sampai bisa mengendarai kendaraan bermotor dan memiliki SIM tidak mudah atau mungkin bisa dikatakan sangat susah sehingga akan  ada sukacita besar jika seorang anak berhasil mendapatkan SIM dan diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Proses evaluasi yang berat ini membuat seseorang menghargai aturan itu dan ujung-ujungnya mereka dibiasakan untuk menghargai kehidupan dan keselamatan sesamanya. Semua orang dinegara maju dibiasakan untuk hidup dengan tidak hanya berpusat pada keperluan kita saja tetapi juga dampaknya buat orang lain. BUKANKAH ini inti ajaran Kristen kita yang selalu bicara tentang kasih.

Sebagai gereja seharusnya kita merindukan kasus AQJ atau Dul ini bisa membawa kebangunan rohani di gereja-gereja dan ada pertobatan masal dari kita orang tua yang secara sengaja mengijinkan anak kita yang belum memiliki SIM untuk mengendarai kendaraan bermotor. Sudah saatnya kita peduli tidak saja untuk keselamatan anak kita tetapi juga keselamatan sesama kita.

 

Pilihan untuk mulai menyetop anak kita yang masih belum memiliki SIM untuk mulai STOP memakai/mengendarai kendaraan bermotor pasti bukan pilihan yang mudah. Banyak konsekuensi yang harus kita hadapi. Mungkin kita harus mengantar mereka ke sekolahnya terlebih dahulu, mungkin mereka harus bangun lebih pagi dan berangkat sekolah dengan angkutan umum atau malah bersepeda atau solusi lainnya. Pilihannya tidak mudah dan mungkin mengganggu rasa nyaman kita, tetapi bukankah ikut YESUS selalu menghadirkan konsekuensi memikul salib.

 

Kebranian kita untuk mulai menyetop semua ijin yg kita berikan ke anak untuk melanggar aturan akan menjadi pemblajaran penting buat masa depan anak kita dan generasi mendatang bangsa ini. Di Negara maju mereka lebih takut anaknya tidak biasa antri, tidak biasa menahan amarah yg bisa menyebabkan pemukulan/kekerasan kepada sesame atau sekedar kata berbau SARA, tidak bisa mengikuti aturan di masayarakat DARIPADA anaknya tidak bisa pelajaran matematika, fisika, bahasa atau pelajaran sekolah lainnya. Alasannya sederhana yaitu hanya sedikit anak yang memilih profesi hidup berhubungan dengan Matematika, fisika, ekonomi dan pelajaran sekolah lainnya, TETAPi semua anak pasti harus bergaul ditengah masyarakat. Etika, norma, aturan hokum adalah standard yang harus ditegakkan untuk seorang anak bisa hidup di tengah masyarakat modern yang beradab. Kalau sekarang dinegara kita masih berlaku hokum rimba, kita harus yakin tidak lama lagi masyarakat madani dengan tatanan baru akan segera berlaku dan jika ini terjadi APAKAH ANAK KITA SIAP ?

 

 

SEMOGA KITA BERANI MEMIKUL SALIB DAN BERSEDIA BERUBAH SEBELUM ADA KORBAN BARU LAGI yang mungkin disebabkan oleh anak kita dan permisifnya kita terhadap dosa.  Semoga perubahan kita akan dilihat tetangga , saudara, teman anak kita dan melahirkan perubahan di keluarga mereka juga.  Saatnya sebagai bangsa kita bertobat dan berubah. Sudah saatnya kita sebagai  Gereja menjadi pelopor gerakan nasional yang membuat JALAN RAYA DI NEGARA INI LEBIH AMAN DAN NYAMAN.  Penyesalan jika terjadi kecelakaan yang melibatkan anak kita pasti tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa, tetapi perubahan budaya ketika kita bercermin dari kasus DUL/AQJ pasti akan menyelamatkan banyak orang.

 

TUHAN YESUS MEMBERKATI.